Sabtu, 29 Januari 2011

Danau Tondano Menunggu Uluran Tangan

Sejauh mata memandang,  danau Tondano memang sangat indah dan mempesona. Namun amat disayangkan, kualitas airnya saat ini telah mengkuatirkan terutama  karena dampaknya terhadap peningkatan eutrofikasi atau penyuburan air, yang mempercepat laju  pertumbuhan eceng gondok dan hydrilla, sebagai salah satu faktor penyebab suksesi danau menjadi daratan. Beberapa kegiatan masyarakat yang telah menyebabkan penurunan kualitas kimia-fisik air danau Tondano, mulai yang paling tinggi adalah kegiatan jaring apung, pemukiman, pertanian dan peternakan. Hasil penelitian berupa COD, Nitrat dan Posfat tertinggi berturut-turut adalah 53 mg/l (baku mutu kelas III pp 82/thn 2001: 50 mg/l), 50 mg/l (baku mutu kelas IV pp 82/thn 2001: 20 mg/l),  1,583 mg/l (baku mutu kelas II pp 82/thn 2001: 0.2 mg/l). Demikian juga dengan kualitas parameter fisik yaitu padatan terlarut dan konduktivitas sangat berhubungan dengan kegiatan tersebut di atas.
Jadi selain faktor sedimentasi karena erosi akibat pertanian dan pengelolaan hutan yang menjadi penyebab suksesi daratan (pendangkalan dan penyempitan) danau Tondano, penyebab terbesar lainnya juga adalah   pemanfaatan perairan lewat berbagai kegiatan yang tidak terkendali dan tanpa aturan.
Beberapa hal yang bisa dilakukan yaitu melalui pendekatan peraturan perundangan, teknologi dan pendidikan masyarakat sekitar. Pengaturan dan penetapan Zona pemanfaatan perairan danau Tondano sangat perlu dan bersifat urgen lewat pembuatan Perda, dimana ada kegiatan yang tidak cocok diadakan, dikurangi, dibatasi dan diatur di perairan danau diikuti dengan pemantauan.   Perlu ada motivasi pemanfaatan eceng gondok melalui teknologi kerajinan tangan atau pembuatan pupuk organik. Sikap dan pandangan masyarakat sekitar juga sangat penting untuk kelestarian danau Tondano, sehingga perlu adanya pembinaan dan penyuluhan menyangkut upaya melestarikan danau.
Upaya-upaya tersebut di atas sangat penting untuk dilakukan, sebab kepentingan masyarakat umum teristimewa warga Sulawesi Utara terhadap danau Tondano berhubungan dengan kebutuhan hidup yang vital yaitu sebagai sumber energi listrik dan sumber air bersih. Sehingga kepedulian terhadap lestarinya danau Tondano melalui sumbangan-sumbangan apapun baik ide penanggulangan, penelitian, tenaga maupun dana, serta  bentuk-bentuk inisiatif lainnya, merupakan suatu kepedulian untuk kepentingan kemanusiaan yang bernilai luhur.

(Telah dipublikasi pada Harian Komentar tahun 2007)

Senin, 24 Januari 2011

PROSPEK ENERGI NUKLIR DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN


Krisis energi listrik bukan hanya terjadi di daerah Sulawesi Utara, namun terjadi juga di daerah lainnya di Indonesia dan negara-negara lain. Hal ini membuka mata semua orang akan keterbatasan sumber daya alam sebagai pemasok energi bahan bakar minyak, batubara, dan gas. Bahkan sumber energi listrik air yang termurah dan beresiko rendah terhadap lingkungan pun mulai mengalami masalah karena jumlah konsumen yang meningkat dan terjadi penurunan kuantitas air. Sebab sumber daya berbanding terbalik dengan jumlah penduduk. Maka, energi nuklir mulai menjadi opsi sumber energi listrik walaupun terdapat pro dan kontra tentang kehadirannya. Sehingga sangat perlu bagi masyarakat umum untuk dapat memahami dan mendiskusikan tentang energi nuklir serta dampaknya terhadap lingkungan, agar supaya kita semua siap dan dapat mendukung bila saatnya tiba nanti, pilihan terhadap energi nuklir menjadi alternatif  sumber energi listrik pengganti bahan bakar fosil yang semakin menipis.

Kekuatiran akan bahaya nuklir berkaitan dengan dampak negatif yang pernah terjadi di Chernobyl pada tahun 1986 karena kebocoran reaktor nuklir. Juga peristiwa yang sama pernah terjadi di India pada tahun 1982 yang dikenal dengan tragedy Bhopal. Akibatnya ribuan orang meninggal dan muncul penyakit degenerasi pada orang tua dan cacat pada bayi, dan penyakit-penyakit lainnya seperti jantung dan TBC, serta tidak bisa di tempatinya area sekitar dalam waktu yang panjang. Jika ditelusuri mengapa terjadi bencana nuklir tersebut, terungkap bahwa pencemaran radioaktif terjadi karena kesalahan prosedur operasi. Desain dan pengoperasian reaktor di Chernobyl jauh di bawah standar, yaitu tingkat pencapaian energi sebelum meledak jauh melampaui kapasitas normal. Demikian juga yang terjadi di India disebabkan oleh kelalaian dan penyalahan operasi.

Sampai akhir 2005, tercatat jumlah reaktor nuklir di dunia sebanyak 442.352 reaktor, terbanyak tersebar di negara-negara maju. Indonesia sebagai salah satu dari lima negara berpenduduk terbanyak di dunia, merupakan yang paling lambat merespon pemanfaatn energi nuklir sebagai sumber energi.

Ditinjau dari segi ekonomi, pemanfaatan energi nuklir tidak diragukan lagi, sebab bila dibandingkan  dengan penggunaan batubara, 1 atom Uranium dapat menghasilkan energi 10 juta kali lipat dari pembakaran 1 atom batubara. Atau 1 kg Uranium setara dengan 1000-3000 ton batubara, juga setara dengan 160 truk tanki minyak diesel yang berkapasitas 6500 liter. Jadi, energi nuklir sangat efisien untuk menggantikan sumber energi lain yang tak terbarukan. Selanjutnya, dari segi lingkungan energi nuklir tergolong bersih. Bagaimana dengan limbah radioaktif sisa proses pemanfaatan energi nuklir? Dibandingkan dengan pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi bahan bakar fosil, menghasilkan produk  Nitrous Oxida (NOx), partikel-partikel dan abu, CO2, Methan (CH4), dan Sulfur Oxida (SOx), serta sampah berbahaya. Efek selanjutnya dapat berupa peningkatan potensi terjadinya hujan asam dan emisi gas rumah kaca yang akan mempengaruhi iklim global. Sedangkan produk energi nuklir dalam hal ini produk reaksi fisi Uranium 235 adalah Plutonium dan Uranium 238. Kedua produk ini dapat didaur ulang menjadi sumber energi lagi. Selanjutnya limbah yang dihasilkan sebagai produk akhir harus dikelola, dan dalam beberapa hal lebih mudah dibanding penanganan limbah reaktor bahan bakar fosil. Pada dasarnya, prinsip pengelolaan limbah nuklir adalah mengawasi penyimpanan limbah radioaktif sampai masa aktif atau waktu paruhnya habis. Jadi, pengemasan dan pemantauan merupakan kunci penting untuk penanganan limbah nuklir untuk menghindari kebocoran dan memastikan bahwa suhu ruangan, tekanan, dan kelembaban udara tetap stabil.

Dapat disimpulkan bahwa upaya minimisasi limbah nuklir sudah dimulai pada pemilihan desain reaktor nuklir, prosedur operasi reaktor,  pemanfaatan kembali produk fisi, sampai pada upaya penyimpanan dan pemantauan limbah sesuai waktu paruhnya. Dari segi lingkungan, pilihan energi nuklir sebagai opsi yang bersih dan berkelanjutan, dengan catatan harus disiplin dan mengikuti prosedur operasi yang benar. Walaupun banyak kekuatiran masyarakat, pro dan kontra tentang kehadiran energi nuklir, namun nuklir dalam berbagai bentuk aplikasinya di berbagai bidang kehidupan, tetap akan menjadi harapan bagi kemakmuran di masa yang akan datang.  

Tulisan ini sudah dipublikasi di harian Komentar pada Tahun 2008.

MENGELOLA AIR LIMBAH BUKAN SEKEDAR PEMBANGUNAN IPAL

Masalah hangat akhir-akhir ini adalah rencana pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) kawasan perdagangan Kota Manado, yang rencana besarnya tersebar pada 11 titik di area perkotaan. Permasalahannya adalah upaya pembangunan IPAL titik yang pertama oleh Pemerintah menuai pro dan kontra baik dari masyarakat, pengusaha dan akademisi. Ada yang setuju ada yang menolak dengan berbagai alasan. Inti ketidaksetujuan karena alasan penempatan/lokasi yang kurang tepat.
Terlepas dari alasan tersebut, kenyataan saat ini bukan hanya di Kota Manado tetapi pada umumnya di Indonesia mengalami beberapa kendala dalam pengelolaan air limbah baik domestik  maupun  industri, seperti: (1) rendahnya  informasi  mengenai teknologi IPAL, dan (2) adanya keterbatasan SDM atau kurangnya pemahaman masyarakat  berkaitan dengan IPAL, (3) masih rendahnya kesadaran masyarakat bahwa sesungguhnya upaya pengelolaan air  limbah adalah investasi yang bernilai tinggi dan bersifat jangka panjang, serta (4) masih rendahnya  upaya pemerintah berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan serta penegakan hukum dalam penerapan peraturan pengelolaan air limbah.
Sosialisasi mengenai pengelolaan air limbah sangat penting bagi masyarakat pada umumnya. Hal tersebut didukung oleh PP no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, bahwa pemerintah wajib memberikan pembinaan/penyuluhan dan informasi kepada masyarakat mengenai pengendalian pencemaran air. Di Kota Manado sendiri bahkan di kota-kota lainnya di Indonesia, masih sangat kurang yang mengolah air limbah rumah tangga sebelum dibuang ke lingkungan sekitar. Demikian juga dengan usaha-usaha kecil seperti cafĂ©, kantin, restoran,  bengkel, salon, dll.
Untuk skala industri ada kecenderungan yang terjadi selama ini bahwa penanggung jawab usaha hanya membangun IPAL untuk persayaratan peraturan pemerintah saja, tapi kurang memperhatikan tahap operasional IPAL yang benar. Tahap operasi yang penting antara lain monitoring dan pengendalian proses pengolahan untuk mencapai tahap optimal dalam sistem kerja IPAL. Data parameter air limbah seperti suhu, pH, Konduktivitas, DO, BOD, COD, dan lain-lain harus dimonitor secara kontinu supaya pengendalian proses dapat teratasi jika ada kondisi urgen. Monitoring yang baik dan kontinu juga dapat menginformasikan lebih cepat jika ada kebocoran IPAL. Konsekuensinya, bahwa kegiatan operasional pengolahan air limbah (berupa monitoring, pengendalian proses dan perawatan IPAL) membutuhkan dana yang akan lebih besar dari biaya pembangunan IPAL itu sendiri. Kegagalan IPAL industri pada umumnya disebabkan oleh tingginya biaya tahap pengoperasian yang tidak diperhitungkan pihak pelaku usaha dalam perencanaan pembangunan IPAL.
Jadi pemahaman tentang sistem pembangunan IPAL itu sangat berpengaruh pada efektifitas dan efisiensinya IPAL itu sendiri, yaitu berkaitan dengan lokasi/penempatan IPAL, kompetensi operator dan sistem pembiayaan (biaya operasi dan perawatan). Jika IPAL tersebut merupakan IPAL terpadu yang air limbahnya bersumber dari beberapa pelaku kegiatan, maka tambahan pertimbangan yang perlu dipikirkan adalah: penanggung jawab operasional IPAL yang harus jelas, penetapan kriteria karakteristik standar air limbah yang boleh masuk ke IPAL terpadu serta kesepakatan antar pelaku usaha dengan penanggung jawab/pengelola IPAL tersebut.   
 Di atas semuanya itu, Pemerintah sebagai penanggung jawab inti pengelola lingkungan di wilayahnya harus memiliki komitmen yang tinggi dalam hal pembinaan, kontrol dan monitoring  pengelolaan air limbah, mulai pada skala rumah tangga sampai pada skala industri dengan volume air limbah yang tinggi.
Tulisan ini telah dipublikasi pada Harian Komentar tanggal 12 Oktober 2010